Suara tamparan yang kudengar disusul dengan pecahan piring merupakan rutinitas harianku. Aku terisak perih, ku gigit lidahku sekeras mungkin agar tangisanku tak terdengar oleh mereka. Setelah teriakan - teriakan yang membuat telingaku letih, kini sunyi, hanya terdengar isak tangis mamaku. Saat itulah aku berani keluar kamar.
Suasana dapur kini berantakan. Pecahan piring bertebaran dimana - mana. Di sudut dapur, ku lihat mama terpekur sendiri.
"Ma....." Panggilku pelan.
Kedua mata sembab itu menoleh. Tak kuasa ku melihatnya, Ku berhambur ke pelukan mamaku.
"Ma...." Panggilku serak.
"Mama gak papa kok eka, mama cuma syok pada papamu."
"Eka gak mau kalian bercerai, Eka sayang kalian berdua"
"Eka sayang....Mama sudah tidak tahan lagi dengan kelakuan papamu. Papamu sudah keterlaluan. Sudah berapa kali papamu menyakiti mama. Apa mama harus bersabar lagi?"
"Ma...."
"Sudahlah sayang...keputusan mama sudah bulat. Mama akan bercerai, kamu akan ikut mama kan?"
"Entahlah ma....."
-----
Hari ini langit begitu cerah, namun tak secerah hatiku. Kulangkahkan kakiku menyusuri jalanan ibu kota tanpa semangat yang pasti. Hari ini aku terpaksa bolos kuliah, karena suasana hatiku yang tak bersahabat. Pertengkaran di rumah membuatku letih. Aku merasa Tuhan tidak adil padaku. Kulihat orang - orang yang hilir mudik di jalanan dengan seksama dan penuh tanda tanya, mungkinkah mereka juga punya masalah di rumah sepertiku?
"TIN.........TIN......"
Sebuah sedan merah menyadarkanku. Aku terlalu melamun hingga aku tak sadar aku meyeberang terlalu jauh. Sebuah umpatan menghampiriku. Kulihat seorang bapak dan seorang wanita muda yang cantik duduk di kursi belakang mobil itu. Sekejap bapak itu menoleh ke arahku, sepertinya wajahnya tak asing bagiku. Namun, hanya sekilas, wajah itu berpaling dan mobilpun melangkah. Aku sadar, dia papaku. Tapi, siapakah yang duduk di sebelahnya? Aku yakin, dia bukan mamaku. Jangan - jangan papaku berselingkuh???? Kalau benar, berarti papa mamaku jadi bercerai????
"Kalau mau menyeberang, jangan sambil melamun ya.....Jalanan sedang macet. Kamu gak sayang dengan nyawamu?"
Seorang ibu tua berkata padaku. Raut wajahnya yang renta penuh gurat - gurat letih akibat susahnya hidup tersenyum ramah kepadaku.
"Sepertinya kamu banyak masalah? Sini duduk dengan ibu."
"Maaf....tapi ibu siapa?"
"Kamu memang tidak mengenalku, tapi aku tahu siapa kamu. Aku pernah melihatmu bersama anaku."
Ibu tua itu menerawang jauh menatap jalan, ntah sedang memikirkan apa.
"Aku????"
"Iya" Jawabnya tersenyum.
"Aku kini hidup sendiri dengan usiaku yang semakin renta, dalam keadaanku yang semakin lemah. Aku harus mengais rejeki walaupun hanya untuk sesuap nasi. Dulu, ada anaku yang senantiasa menemaniku, tapi sekarang ia tak ada. Meninggalkanku sendiri bertarung hidup." Tak terasa air mata mulai menaungi wajahnya.
Aku terhenyak. "Siapakah dia ibu?"
Dengan sedih dia menjawab, "kamu pasti kenal cahaya kan nak?"
"DEGGG!!!!....."," Cahaya?" Ibu tua itu mengangguk
"Ibu, aku ikut berduka cita....."
Sepertinya, ibu itu sangat kehilangan cahaya, sama dengan apa yang kurasakan, walaupun aku hanya sebentar bercakap dengannya. Sungguh.....cahaya begitu mulia. Mungkinkah aku bisa sepertinya?
Terik siang ini membuatku perih, cahaya, entah mengapa ku rasakan tanpa cahaya dalam hidupku, tanpa cahaya dalam rumahku, kini.....tanpa cahaya di sini......
*bersambung*
Hari ini langit begitu cerah, namun tak secerah hatiku. Kulangkahkan kakiku menyusuri jalanan ibu kota tanpa semangat yang pasti. Hari ini aku terpaksa bolos kuliah, karena suasana hatiku yang tak bersahabat. Pertengkaran di rumah membuatku letih. Aku merasa Tuhan tidak adil padaku. Kulihat orang - orang yang hilir mudik di jalanan dengan seksama dan penuh tanda tanya, mungkinkah mereka juga punya masalah di rumah sepertiku?
"TIN.........TIN......"
Sebuah sedan merah menyadarkanku. Aku terlalu melamun hingga aku tak sadar aku meyeberang terlalu jauh. Sebuah umpatan menghampiriku. Kulihat seorang bapak dan seorang wanita muda yang cantik duduk di kursi belakang mobil itu. Sekejap bapak itu menoleh ke arahku, sepertinya wajahnya tak asing bagiku. Namun, hanya sekilas, wajah itu berpaling dan mobilpun melangkah. Aku sadar, dia papaku. Tapi, siapakah yang duduk di sebelahnya? Aku yakin, dia bukan mamaku. Jangan - jangan papaku berselingkuh???? Kalau benar, berarti papa mamaku jadi bercerai????
"Kalau mau menyeberang, jangan sambil melamun ya.....Jalanan sedang macet. Kamu gak sayang dengan nyawamu?"
Seorang ibu tua berkata padaku. Raut wajahnya yang renta penuh gurat - gurat letih akibat susahnya hidup tersenyum ramah kepadaku.
"Sepertinya kamu banyak masalah? Sini duduk dengan ibu."
"Maaf....tapi ibu siapa?"
"Kamu memang tidak mengenalku, tapi aku tahu siapa kamu. Aku pernah melihatmu bersama anaku."
Ibu tua itu menerawang jauh menatap jalan, ntah sedang memikirkan apa.
"Aku????"
"Iya" Jawabnya tersenyum.
"Aku kini hidup sendiri dengan usiaku yang semakin renta, dalam keadaanku yang semakin lemah. Aku harus mengais rejeki walaupun hanya untuk sesuap nasi. Dulu, ada anaku yang senantiasa menemaniku, tapi sekarang ia tak ada. Meninggalkanku sendiri bertarung hidup." Tak terasa air mata mulai menaungi wajahnya.
Aku terhenyak. "Siapakah dia ibu?"
Dengan sedih dia menjawab, "kamu pasti kenal cahaya kan nak?"
"DEGGG!!!!....."," Cahaya?" Ibu tua itu mengangguk
"Ibu, aku ikut berduka cita....."
Sepertinya, ibu itu sangat kehilangan cahaya, sama dengan apa yang kurasakan, walaupun aku hanya sebentar bercakap dengannya. Sungguh.....cahaya begitu mulia. Mungkinkah aku bisa sepertinya?
Terik siang ini membuatku perih, cahaya, entah mengapa ku rasakan tanpa cahaya dalam hidupku, tanpa cahaya dalam rumahku, kini.....tanpa cahaya di sini......
*bersambung*
2 komentar:
kok kayaknya semakin jauh dr jalur awal. tokoh utamanya itu si cahaya dan keluarga atau si tokoh Aku....
tokoh utamanya ya "aku",alurnya emang aku buat seperti itu. alur campuran. Bingung ya????
Ikutin aja, ntar juga finish, hehehehehe....
Posting Komentar